Rabu, 03 Oktober 2012

ORANG-ORANG GAIB


Pengulas buku ‘Akidah Al-Thahaawiiyah menyebutkan bahwa ada setan yang dijuluki manusia sebagai orang-orang gaib yang bisa diajak bicara. Mereka mampu melakukan hal-hal yang luar biasa sehingga mereka mengklaim dirinya sebagai Allah swt.
Mereka membantu kaum musyrik dalam memerangi kaum muslim dan mengatakan bahwa Rasulullah saw. menyuruhnya melakukan hal itu karena kaum muslim telah durhaka kepada Allah swt.
            Setelah itu beliau mengomentari, Sebenarnya, mereka adalah saudara-saudara kaum musyrik.”
            Beliau menyebutkan bahwa dalam memandang orang-orang gaib, manusia terbagi ke dalam tiga kelompok:
o  Kelompok yang tidak mempercayainya. Akan tetapi, banyak orang yang telah menyaksikannya, dan hal itu dikukuhkan oleh bukti yang kuat dari orang-orang yang pernah melihatnya atau cerita orang-orang yang terpercaya. Mereka akan tunduk kepada makhluk gaib itu jika mereka telah melihatnya sendiri.
o  Kelompok yang mengakui makhluk gaib kemudian mengembalikan hal itu kepada takdir. Mereka meyakini bahwna  di dalam batin terdapat suatu jalan menuju Allah swt. Yang berbeda dengan jalan yang ditempuh para nabi.
o  Kelompok yang sangat mudah mempercayai adanya wali di luar para rasul. Mereka berpendapat bahwa Muhammad saw. adalah  rasul buat kedua golongan, jin dan manusia. Mereka mengagungkan Rasulullah saw. , tetapi agama dan syariatnya. 
Kemudian beliau menjelaskan hakikat orang-orang itu dan para pengikutnya :
            Sebenarnya mereka itu adalah pengikut setan, dan orang-orang gaib itu tidak lain adalah para jin. Mereka menamakan orang-orang sebagaimana Allah Swt. Menyebutnya, “ Ada beberapa orang manusia meminta perlindungan kepada beberapa jin, sehingga mereka menambahkan kesombongan  kepada para jin itu.” (Q.S. Al-Jin:6). Sebab, manusia dapat disaksikan dan dilihat, akan tetapi mereka ini terkadang terhalang tapi tidak selalu terhalang dari pandangan manusia. Orang yang menyangka mereka termasuk manusia adalah orang-orang bodoh.
Menurut beliau :
            Penyebab perbedaan pendapat ketiga kelompok ini adalah tidak dibedakannya antara wali Allah dengan wali setan, dan tidak direfernsikannya perbuatan, perkataan, dan kondisi orang-orang itu kepada Alquran dan sunah. Jika sesuai dengan keduanya maka itu adalah benar, dan jika bertentangan dengannya maka itu adalah salah. Selama tidak konsisten dengan Alquran dan sunah, segala perbuatan dan kondisi yang diperlihatkan oleh seseorang tidaklah mengindikasikan dirinya sebagai seorang mukmin atau wali, meskipun dia dapat terbang di angkasa dan berjalan di atas air. (Syarh ‘Aqiidah Al-Thahawiiyah, hlm.571-572).
            Dengan demikian, seorang mukmin harus memiliki standar yang dapt membedakan antara wali Allah dengan wali setan, antara orang-orang yang saleh dengan yang tidak saleh. Jika tidak, maka ia akan tersesat dan melenceng, menyangka musuh Allah sebagai wali-Nya atau sebaliknya. Standar itu adalah Alquran dan sunah. Jika seseorang itu konsisten dengan keduanya maka dia akan selamat dan mendapatkan nikmat. Tapi, jika ia tidak konsisten kepadanya maka ia tidak perlu kita perhatikan, meskipun kita melihatnya mampu menghidupkan orang yang sudah mati dan mengubah barang yang tidak berharga menjadi barang yang berharga.
Wallahu a’lam.
Sumber : Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar
JIN, SETAN, dan IBLIS Menurut Alquran dan Sunah 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar